KABUPATEN PARIGI MOUTONG, kabarSAURUSonline.com – Utang daerah Kabupaten Parigi Moutong dengan nilai mencapai belasan miliar rupiah ke Bank Dunia untuk membangun Pasar Sentral Parigi (PSP), kini dalam rentang batas jatuh tempo pelunasannya. Namun sayang, sejak digunakan hingga saat ini, kondisi PSP masih nampak tak seronok.
Saat perencanaan pembangunan PSP digaungkan sebagai pasar berkonsep modern dan akan berdiri diatas lahan yang berlokasi diwilayah Desa Bambalemo serta Kelurahan Kampal, Kecamatan Parigi, pada masa kepemimpinan Longki Djanggola sebagai Bupati Parigi Moutong, membuat sejumlah kalangan masyarakat saat itu (belasan tahun silam), sempat berangan jika PSP bakal menjadi pasar modern pertama yang menyuguhkan kemegahan arsitektur dengan fasilitas pendukung terlengkap di Provinsi Sulawesi Tengah. Selain itu, kehadiran PSP dianggap semakin memantapkan Misi Longki Djanggola, yang ingin mewujudkan Kabupaten Parigi Moutong terdepan di Provinsi Sulawesi Tengah.
Sayangnya, fakta yang tersuguhkkan dari kondisi terkni PSP, seakan menggambarkan jika harapan PSP sebagai pasar modern dengan fasilitas pendukung yang lengkap, serta dapat mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD) bagi daerah ini, terkesan masih sebatas isapan jempol belaka.
Pasalnya, kondisi yang sepi pembeli, masih saja terus dikeluhkan sejumlah pedagang. Kondisi ini pun dinilai menjadi faktor utama bokohnya pendapatan mereka. Bahkan, beberapa pedagang merasa terkadang pendapatan seminggu mereka di PSP, tak jauh beda dengan pendapatan dari hasil berburu rejeki di pasar mingguan.
Pemandangan padat pengunjung hanya akan tersaji saat menjelang perayaan hari besar keagamaan tiba.
Namun, sebagian besar pengunjung saat itu hanya datang berburu Bahan Pokok Penting (Bapokting), seperti cabai, bawang, minyak goreng, beras, gula pasir dan lainnya.
Bukan itu saja, berdasarkan pantauan media ini, kondisi sejumlah gedung yang nampak tak terawat, ditambah lagi dengan tenda terpal berwarna biru, orange, dan hitam yang terlihat cukup menohok bergelantungan di langit-langit PSP, menimbulkan kesan semerawut yang semakin memudarkan kesann PSP sebagai pasar modern berbanderol belasan miliar rupiah .
Belum lagi, masih banyak pula pedagang yang memilih berjualan di luar lokasi pasar, dengan memanfaatkan badan-badan jalan atau menggunakan mobil pick up, untuk mengelar dagangannya.
“Persoalan kondisi ini, pernah saya sampaikan ke DPRD Parimo. Bahkan, saya minta agar dipertemukan dengan dinas-dinas terkait,” ungkap Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Sentral Parigi, H Iskandar, di Parigi, Rabu malam, 12 Juni 2024.
Menurutnya, Asosiasi Pedagang sangat menginginkan PSP menjadi ikon Kota Parigi, dengan melakukan penataan kembali agar menciptakan daya tarik.
Ia beranggapan tidak adanya daya tarik ini, menjadi salah satu penyebab PSP sepi pengunjung. Ditambah lagi, kata ia, tempat berjualan pedagang yang tak didukung fasilitas penunjang.
Contohnya, lanjut HH. Iskanndar, tidak berfungsinya saluran pembuangan di lokasi pedagang ikan, sehinngga menimbulkan bau tak sedap, dan minim penerangan.
“Hampir dipastikan, tidak ada daya tariknya pasar modern ini,” tegasnya.
Sebagai Asosiasi Pedagang, H. Iskandar pun pernah menyarankan kepada Pemda Parigi Moutong, agar mengarahkan Aparat Negeri Sipil (ASN) hingga personel Kepolisian untuk berbelanja ke PSP sehari dalam sebulan.
“Tapi tidak juga dilakukan. Padahal pemerintah ini, punya power. Kalau ini bisa terjadi, pendapatan pedagang akan meningkat,” ujarnya.
Menurutnnya, jika PSP dapat dikelola dengan baik, secara otomatis dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), baik dari retribusi pasar maupun parkir.
“Kita lihat saja kondisinya saat ini, banyak bangunan yang dibangun dengan anggaran besar tidak bisa dimanfaatkan,” pungkasnya.
Untuk diketahui, PSP dibangun Pemda Parimo ‘bermodalkan’ pinjaman dana ke Bank Dunia, sekitar Rp19 miliar rupiah.
Pemda Parigi Moutong sendiri, telah menyiapkan porsi anggaran melalui APBD untuk mengangsur utang pokok beserta bunga setiap tahunnya, selama kurang lebih 15 tahun dan akan berakhir pada 2025 nanti.
Jika diasumsikan, pasar yang memiliki kurang lebih 600 perdagang ini diwajibkan membayar retribusi sebesar Rp2.000 per hari. Maka, Pemda Parigi Moutong masih harus menanggung kekurangan angsuran utang pokok beserta bunga setiap tahun.
Hal ini, sangat berbanding terbalik dengan perencanaan awal Pemda Parigi Moutong dimasa kepeminpinan Longki Djanggola bersama Alm Asmir Ntosa, yang berencana membayar utang Bank Dunia dari hasil meraup PAD yang bersumber dari retribusi PSP.
Eksplorasi konten lain dari kabarSAURUSonline.com
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.