NASIONAL, kabarSAURUSonline.com – Aksi antisipasi merupakan metode yang sangat penting dalam pencegahan dini untuk mengurangi dampak bencana akibat perubahan iklim dan cuaca.
Demikian kata Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Bidang Koordinasi Pemerataan Pembangunan Wilayah dan Penanggulangan Bencana, Sorni Paskah Daeli, dalam Anticipatory Action Informal Working Group Meeting, di Ruang Heritage Kemenko PMK, Selasa (11/07).
“Kami mendorong sosialisasi aksi antisipasi ini, supaya upaya-upaya kita untuk melakukan identifikasi, tahapan-tahapan, rencana aksi dapat tersampaikan dengan baik kepada masyarakat,” ungkapnya.
Masih dari sumber yang sama, Emergency Preparedness & Response Officer WFP, Rio Agusta, memaparkan tentang aksi partisipatif di Indonesia.
Ia menjelaskan, fase aksi antisipasi berada diantara fase peringatan dini dan tanggap darurat. Perbedaan aksi antisipatif dan kesiapsiagaan adalah adanya analisis dampak.
Analisis dampak dilakukan oleh pihak berwenang (Pemerintah) sebagai dasar prakiraan dan pengambilan keputusan yang kuat.
Berdasarkan analisis tersebut, selanjutnya Pemerintah menetapkan status, yang dilanjutkan dengan penetapan level risiko dan status kebencanaan.
Dalan skema aksi antisipasi, di saat yang bersamaan, ada upaya-upaya untuk membuat rencana aksi yang telah ditetapkan, tanpa menunggu peringatan dini.
Langkah selanjutnya, memobilisasi sumber daya untuk mengurangi risiko dampak melalui bantuan sosial, stok bencana, dana tunai/non tunai, penggunaan sumber daya dan aksi dini melalui evakuasi, dan stok makanan.
“Yang perlu digarisbawahi dari aksi antisipasi adalah upaya kita ketika peringatan dini dirilis dan bencana terjadi,” tukasnya.
Sebagai tindak lanjut hasil pertemuan ini, Asisten Deputi Bidang Kedaruratan dan Manajemen Pasca Bencana Kemenko PMK, Nelwan Harahap, menyampaikan langkah-langkah yang perlu dilakukan.
Rencana aksi antisipasi akan dijadikan acuan di level provinsi, kabupaten/kota, bahkan desa, sebagai instrumen penguatan kapasitas penanggulangan dan masyarakat di daerah.
Ia berharap, di tahun 2023 tataran konsep aksi antisipasi bisa selesai, sehingga kebijakan sudah mulai bisa diimplementasi pada tahun 2024 mendatang.
Pada 2025, diharapkan seluruh stakeholder yang terlibat sudah bisa melakukan roadshow sosialisasi dan pendampingan piloting project di beberapa wilayah di Indonesia.
Kemenko PMK mendorong aksi antisipasi untuk dimasukan dalam dokumen perencanaan nasional, baik RPJPN 2025-2045 dan RPJMN 2025-2029, yg saat ini rancangan teknokratiknya sedang disusun oleh Kementerian PPN/Bappenas.
Disisi lain, Head of Climate URR and Supply Chain Unit World Food Programme, Katarina Kohutova, mengapresiasi Indonesia, yang meskipun berada di peringkat teratas dalam hal risiko bencana, namun dapat menangani penanggulangan bencana dengan baik.
“Kami melihat bahwa penanggulangan bencana di Indonesia dapat diimbangi dengan kapasitas yang baik antara pemerintah bersama rakyat dan mitra yang ada. Dari studi kami yang terbaru, Indonesia memiliki kebijakan yang memungkinkan aksi antisipasi ini dapat diimplementasikan,” imbuhnya.
Menurutnya, dengan early warning system yang sudah dimiliki, merupakan sebuah keuntungan bagi Indonesia di saat negara-negara lain tidak memiliki. (Sumber: Siaran Pers Kemenko PMK)
Eksplorasi konten lain dari kabarSAURUSonline.com
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.