NASIONAL, kabarSAURUSonline.com – Ketua DPR RI Dr. (H.C) Puan Maharani, mendorong pemerintah menjembatani lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dengan para pelaku industri.
“Menyiapkan para lulusan yang menjamin mereka mampu mempraktikkan ilmu yang dipelajari adalah tanggung jawab sekolah, namun perlu ada kerjasama dengan pelaku industri untuk membuka peluang. Pemerintah harus berperan sebagai jembatan antar keduanya,” ujarnya, dalam keterangan pers yang diterima Parlementaria, Rabu (24/5) melansir dpr.go.id.
Menurutnya, pemerintah harus meninjau pembekalan lulusan yang diterapkan di sekolah-sekolah kejuruan sehingga mampu bersaing dalam dunia kerja dan menjadi lulusan yang dilirik oleh perusahaan.
Kata ia, merujuk Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 68 Tahun 2022 Tentang Revitalisasi Pendidikan Vokasi dan Pelatihan Vokasi, seharusnya beleid itu menjadi payung hukum kerja sama antara sekolah dengan para pelaku industri.
Perpres ini mengamanatkan perubahan paradigma penyelenggaraan pendidikan vokasi dan pelatihan vokasi dari yang selama ini berorientasi suplai menjadi berorientasi kebutuhan pasar kerja (demand oriented).
Ia yakin, sekolah-sekolah kejuruan memiliki kurikulum yang mendidik anak didiknya agar memiliki keahlian serta keterampilan yang dibutuhkan dalam dunia kerja.
“Penguatan mental juga perlu diterapkan ditiap satuan pendidikan terlebih sekolah-sekolah kejuruan yang menciptakan lulusan siap kerja. Persaingan dunia kerja memerlukan mental yang kuat agar dapat bersaing,” tandasnya.
Dalam menuju Indonesia Emas 2045, DPR berharap Pemerintah juga menyiapkan pembangunan infrastruktur demi menunjang pendidikan vokasi.
“Untuk mengasah keahlian dan keterampilan, anak didik harus memiliki workshop atau laboratorium yang lengkap dan dilengkapi dengan peralatan dan mesin yang relevan dengan bidang keahlian yang diajarkan,” paparnya.
Ia juga menekankan, pada pasal 34 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menetapkan, Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya program wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.
Sementara, dalam Peraturan Pemerintah 18/2022, pasal 80 dan 81 menegaskan, Pemerintah pusat dan pemerintah daerah membiayai pendidikan dengan alokasi anggaran 20 persen dari APBN atau APBD.
“Keresahan para orang tua saat memasuki tahun ajaran baru adalah adanya pungutan kepada calok peserta didik. Kami di DPR selalu melakukan pengawasan Program Sekolah Gratis, jangan sampai ada sekolah memungut biaya untuk keperluan lain-lain,” tegasnya.
Ia mengungkapkan, DPR akan memastikan setiap anak di Indonesia mendapatkan haknya untuk pendidikan sekolah formil dengan mengawal realisasi sekolah gratis untuk masyarakat di berbagai penjuru daerah.
Untuk diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ada sebanyak 7,99 juta pengangguran di Indonesia. Jumlah itu mencapai 5,83 persen dari usia penduduk kerja pada akhir bulan Februari 2023.
Lalu, untuk pengangguran terbanyak berdasarkan tingkat pendidikan adalah lulusan dari SMK. Pengangguran dari lulusan SMK tercatat sebanyak 9,60 persen per Februari 2023. Selanjutnya, lulusan Sekolah Menengah Akhir (SMA), menempati urutan kedua dengan 7,69 persen.
Kemudian, pengangguran lulusan Diploma I/II/III tercatat sebanyak 5,91 persen, dan lulusan Diploma IV, S1, S2, S3 sebanyak 5,52 persen, serta tamatan Sekolah Menengah Pertama (SMP) tercatat sebanyak 5,41 persen.
Eksplorasi konten lain dari kabarSAURUSonline.com
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.