Parigi Moutong, kabarSAURUSonline.com- Sejumlah insan pers memberikan pernyataan terkait sikap Wakil Bupati (Wabup) Kabupaten Parigi Moutong, Badrun Nggai yang enggan diwawancarai apabila wartawan belum memiliki sertifikat uji kompetensi.
Salah satunya yang menanggapi sikap Wabup Parimo adalah Ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Kabupaten Parigi Moutong, Bashar Badja saat diwawancarai di Sekretariat SMSI Kabupaten Parimo, di Desa Bambalemo, Jumat (18/02/2022).
“Sesuai dengan hasil materi yang sempat saya ikuti dalam acara Hari Pers Nasional (HPN) baru-baru ini, bahwa terkait uji kompetensi memiliki proses. Sebab, setiap institusi maupun lembaga untuk melegalkan keanggotaannya itu butuh proses. Misalnya jika dia seorang ASN sebelum berstatus PNS tentunya mengikuti proses minimal ada pengabdian,”ucap Bashar.
Ia mengungkapkan, sesuai pengalamannya, seorang wartawan dapat mengikuti uji kompetensi minimal telah bekerjasama selama satu tahun lamanya.
“Minimal dia aktif satu tahun jadi wartawan kemudian ikut uji kompetensi, sehingga dalam formulir untuk mengikuti uji kompetensi dipertanyakan sudah berapa lama wartawan itu bekerja dalam perusahaan media tertentu,”ungkapnya.
Bahkan, menurut Bashar keliru apabila uji kompetensi dijadikan satu-satunya dasar wartawan untuk menjalankan profesinya. Sebab, dalam Undang-undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 sama sekali tidak mensyaratkan uji kompetensi menjadikan seseorang sebagai wartawan.
Bagi dia, seseorang itu dapat dikatakan sebagai wartawan ketika dirinya menjalankan tugas pewarta sesuai etika jurnalistik.
Hal itu bersinggungan dengan pernyataan dari Jokowi bahwa Indonesia merupakan negara Demokrasi yang salah satu pilarnya adalah Pers. Sehingga negara Demokrasi luar sangat memperhatikan kebebasan pers.
“Seperti yang diceritakan Komisi Hukum Dewan Pers saat pelaksanaan HPN. Ada peristiwa pembunuhan diduga merupakan seorang wartawan. Hal ini sempat membuat Jokowi diboikot untuk melakukan kunjungan ke luar negeri padahal seseorang yang terbunuh itu belum diketahui secara jelas adalah wartawan atau bukan,”ujarnya.
Berarti kata Bashar, ketika seseorang telah memiliki kartu pers dari perusahaan pers yang berbadan hukum, maka dapat dikatakan sebagai wartawan.
“Namun, harus saya tekankan seseorang sah disebut wartawan ketika saat bekerja di perusahaan media yang berbadan hukum,”sambung Bhasar.
Ia menilai uji kompetensi memang sangat perlu dan penting diikuti wartawan. Akan tetapi, predikat uji kompetensi tidak dapat menghalangi wartawan menjalankan tugasnya yang memiliki fungsi control sebagai pilar keempat demokrasi di Indonesia.
“Ingat bahwa Dewan Pers juga tidak akan menerima seseorang mengikuti uji kompetensi jika belum memenuhi ketentuan minimal satu tahun aktif bekerja sebagai wartawan,”imbuhnya.
Lanjutnya, selama wartawan itu memiliki identitas yang berasal dari perusahaan media yang jelas memiliki keabsahan berbadan hukum yang dibuktikan dengan surat tugas dan kartu pers, maka legal secara undang-undang.
Bashar mengharapkan, dalam menyoal berbagai isu di Kabupaten Parimo seluruh insan media perlu duduk bersama dan tidak ada sekat antara satu dan lainnya.
“Jika seseorang paham terkait dengan kerja-kerja jurnalistik, maka ia tidak akan memandang media satu dan lainnya ada perbedaan bahkan seakan menciptakan kasta dan harusnya sikap seperti itu tidak ada, karena kita berada di satu payung profesi,”tandasnya.
Bashar juga mengharapkan, Pemerintah Daerah tidak pilih kasih menerima seorang wartawan selama wartawan tersebut bekerja di media yang berbadan hukum.
“Persoalan Uji Kompetensi Wartawan (UKW) itu proses, ketika sudah memenuhi proses, maka yang bersangkutan berhak untuk mengikuti UKW dan akan diseleksi dengan predikat lulus atau tidak, karena kalau itu jadi syarat mutlak itu tidak mesti karena ada proses. Selama legalitas media itu diterima negara untuk menyimpaikan berita kepada publik itu bisa dilakukan,”tutupnya.
Eksplorasi konten lain dari kabarSAURUSonline.com
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.