Pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals, sederhananya adalah pendekatan pembangunan yang bertujuan untuk mencapai standar hidup yang lebih baik untuk masa sekarang dan masa mendatang.
Dalam implementasinya, pembangunan berkelanjutan selalu bertumpu pada tiga pilar utama: pilar ekonomi , pilar sosial, dan pilar lingkungan hidup (ekologi).
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals meliputi: bebas kemiskinan, bebas kelaparan, kesehatan dan kemaslahatan yang baik, pendidikan yang berkualitas, kesetaraan gander, air bersih dan sanitasi, energy hijau yang terjangkau, lapangan kerja yang layak dalam pertumbuhan ekonomi, pengembangan industri, inovasi dan infrastruktur, menurunkan ketimpangan, membangun kota dan masyarakat yang sustainable, konsumsi dan produksi secara bertanggung-jawab, tindak-langkah atasi perubahan iklim, menyelamatkan kehidupan di bawah permukaan air, menyelamatkan kehidupan di daratan, perdamaian, keadilan dan kelembagaan yang kuat, kemitraan untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.
”pencapaian kesetaraan gender dan pemberdayaaan semua perempuan dan anak perempuan,” merupakan salah satu tujuan pembangunan berkelanjutan.
Kesetaraan gender dalam konteks ini yaitu membahas mengenai bagaimana mengakhiri kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan serta memastikan perempuan memiliki hak dan kesempatan yang sama dalam semua aspek kehidupan.
Pencapaian kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan merupakan hal mendasar yang harus selalu diperjuangkan oleh semua pihak.
Namun fenomena yang muncul saat ini mengisyaratkan kepada kita bahwa tantangan yang dihadapi oleh perempuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan masih sangat berat dan kompleks, Padahal dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan, kebutuhan akan kualitas sumber daya manusia khususnya peran perempuan yang lebih unggul dan mampu bersaing sangatlah penting dan mendesak.
Peran perempuan dalam pembangunan sudah seharusnya ditempatkan sebagai partisipan atau subjek pembangunan bukan lagi sekadar sebagai objek. fakta yang terjadi selama ini menunjukan bahwa perempuan hanya dianggap sekadar objek karena dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya ialah:
Pertama, kuatnya budaya patriarki yang menempatkan laki-laki dan perempuan pada posisi yang berbeda atau tidak setara.
Kedua, masih banyak regulasi, kebijakan dan program pembangunan yang tidak peka gender (gender blind).
Ketiga, minimnya sosialisasi terkait regulasi atau peraturan hukum yang menghilangkan diskriminasi terhadap perempuan secara komprehensif.
Keempat, tidak adanya kesadaran mengenai pentingnya kesetaraan gender dikalangan para pembuat dan pengambil kebijakan.
Kelima, belum adanya kesadaran, keinginan dan konsistensi dari perempuan itu sendiri.
Keeenam, minimnya pengetahuan perempuan terhadap tujuan dan arah pembangunan. Tantangan lainnya yang dihadapi perempuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan adalah bagaimana mengubah sikap permisif masyarakat yang masih mengental dan pemahaman budaya yang bias gender yang mengakibatkan peran perempuan terbatasi.
Ironisnya, dalam beberapa kasus perempuan sendiri tidak menyadari bahwa ketimpangan tersebut merugikan dirinya, justru dianggap hal yang biasa dan alamiah.
Sehingga dalam konteks pembangunan perempuan menjadi kurang partispatif, responsif, bersikap masa bodoh atau menolak program-program pembangunan.
Oleh karena itu, diperlukan upaya yang lebih besar untuk meningkatkan pendidikan masyarakat khususnya tentang pentingnya peran perempuan dalam pembangunan.
Sehingga, dimasa mendatang perempuan tidak hanya menjadi objek, melainkan menjadi subyek penting dari pelaksanaan pembangunan berkelanjutan (sustainable development).
PENULIS : SRI FRIDAYANTI
Eksplorasi konten lain dari kabarSAURUSonline.com
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.