BEM UNTIKA Desak APH Usut Dugaan Penerimaan Insentif Yayasan Pada Pejabat Kabupaten Banggai

BEM UNTIKA Desak APH Usut Dugaan Penerimaan Insentif Yayasan Pada Pejabat Kabupaten Banggai
FOTO : Ketua BEM UNTIKA Luwuk, Rifat Hakim (KS/Istimewa)

BANGGAI, kabarSAURUSonline.com –   Beberapa hari terakhir ini, beredar daftar dugaan pembayaran insentif yayasan dari Yayasan Tompotika Luwuk kepada Bupati selaku Ketua Pembina Yayasan Tompotika, Wakil Bupati Banggai Selaku Anggota Pembina dan Sekrataris Daerah Kabupaten Banggai selaku Ketua Yayasan Tompotika Luwuk.

Berkaitan hal itu, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Tompotika, Rifat Hakim menegaskan, sebagai perwakilan mahasiswa pihaknya meminta dan mendesak  Aparat Penegak Hukum (APH) untuk mengusut tuntas dugaan kasus perbuatan melawan hukum tersebut.

Bacaan Lainnya

Berdasarkan siaran pers BEM UNTIKA Luwuk yang diterima kabarSAURUSonline.com, Senin (4/4/2022) malam kemarin, disebutkan bahwa BEM berpendapat penerimaan insentif tersebut  diduga merupakan tindakan perbuatan melawan hukum.

Hal itu berdasarkan pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan disebutkan dengan tegas bahwa “Kekayaan Yayasan baik berupa uang, barang, maupun kekayaan lain yang diperoleh Yayasan berdasarkan Undang-undang ini, dilarang dialihkan atau dibagikan secara langsung atau tidak langsung, baik dalam bentuk gaji, upah, maupun honorarium, atau bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang kepada Pembina, Pengurus dan Pengawas”.

Bahwa pada Pasal 70 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan disebutkan dengan tegas bahwa “ Setiap anggota organ Yayasan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun”. selanjutnya pada ayat (2) disebutkan dengan tegas bahwa “Selain pidana penjara, anggota organ yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) juga dikenakan pidana tambahan berupa kewajiban mengembalikan uang, barang, atau kekayaan yayasan yang dialihkan atau dibagikan”.

Bahwa Pasal 17 ayat (1) Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan menyebutkan dengan tegas bahwa “Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dilarang menyalahgunakan Wewenang. Selanjutnya pada ayat (2) dijelaskan bahwa “Larangan penyalahgunaan Wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. larangan melampaui Wewenang; b. larangan mencampuradukkan Wewenang; dan/atau c. larangan bertindak sewenang-wenang”

Bahwa pada Pasal 18 Ayat (1) huruf c , Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan disebutkan bahwa “Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dikategorikan melampaui Wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf a apabila Keputusan dan/atau Tindakan yang dilakukan; bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.

Bahwa Pasal 80 ayat (3) Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan menyebutkan dengan tegas bahwa “Pejabat Pemerintahan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dan Pasal 42 dikenai sanksi administratif berat”.

Bahwa pada pasal 81 ayat (3) Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan menyebutkan dengan tegas bahwa “Sanksi administratif berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (3) berupa: a. pemberhentian tetap dengan memperoleh hak keuangan dan fasilitas lainnya; b. pemberhentian tetap tanpa memperoleh hakhak keuangan dan fasilitas lainnya; c. pemberhentian tetap dengan memperoleh hakhak keuangan dan fasilitas lainnya serta dipublikasikan di media massa; atau d. pemberhentian”.

BEM Untika Luwuk, berpendapat pemberian insentif yayasan tersebut melanggar ketentuan perundang-undangan, seperti yang telah diuraikan dalam siaran pers di atas. Menurutnya, pengangkatan pejabat pada Unversitas Tompotika Luwuk harus melalui pertimbangan dan persetujuan pembina dan ketua Yayasan Tompotika.

Disebutkan juga, pada Pasal 5 ayat (1)Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi disebutkan dengan tegas bahwa “Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).

Pada pasal 5 tersebut, dikatakan setiap orang yang: a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau b. memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya”.

Bahwa pada pasal 12 huruf a dan b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi disebutkan dengan tegas bahwa; Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah): 

Masih dari penjelasan siaran pers BEM Untika Luwuk, diuraikan dari pasal 12 huruf a) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya;  b) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya; 

“Kami mendesak kepada Kepolisian Resort Banggai dan Kejaksaan Negari Luwuk untuk mengusut dugaan tindak pidana yang terjadi. Kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia untuk mengusut tuntas dugaan tindak pidana korupsi yang diduga juga terjadi dan kepada Menteri Dalam Negeri, Mendikbud Ristek, Gubernur Sulawesi Tengah agar memberikan sanksi administratif berat kepada pejabat yang diduga menerima honor dari Yayasan Tompotika Luwuk,” ujar Rifat Hakim dalam siaran persnya.


Eksplorasi konten lain dari kabarSAURUSonline.com

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

banner 970x250