Parigi Moutong, kabarSAURUSonline.com – Desa Taipa Obal, merupakan salah satu dari Lima desa yang terletak di daerah terpencil wilayah pemerintah Kecamatan Tinombo, Kabupaten Parigi Moutong, Provinsi Sulawesi Tengah.
Dibalik keistimewaannya yang merupakan wilayah tempat tanah kelahiran pemimpin daerah saat ini. Lima dari total 15 desa yang merupakan wilayah pemerintahan Kecamatan Tinombo, ternyata mempunyai keindahan ‘bagh surga’ dalam negeri dongeng.
Desa Taipa Obal, adalah salah satu dari Lima desa yang mempunyai keindahan dipandang mata tersebut, meski letaknya berada di pedalaman kawasan pegunungan Kecamatan Tinombo.
Sabtu 28 Mei 2021,Pukul 18.00 Wita jelang mentari menghilang dari singgasananya. Diantara senja yang secara perlahan menjelma, bercampur langit merah menandakan malam telah tiba. Saya bertolak ke Kecamatan Tinombo. Bersama ketiga rekan, saya menggunakan ‘Kuda besi’ roda dua berbahan bakar Premium ataupun Pertalite.
Dengan santainya, atau dengan kecepatan rata-rata 70 KM/Jam. ‘Kuda Besi’ yang notabene produk luar negeri itu kami pacu. Sekitar Dua jam perjalanan meninggalkan kediaman, kami pun beristirahat sejenak di pesisir pantai teluk Tomini Desa Posona yang merupakan wilayah Kecamatan Kasimbar, Kabupaten Parigi Moutong.
Malam itu, alam seakan bersepakat untuk menunjukkan salah satu pesonanya kepada kami, dari salah satu ruang sudut pandang di Desa Posona ini. Dari sisi pesisir pantai, saya bersama ketiga rekan ku pun, diberikan kesempatan untuk menikmati Keindahan laut yang memantulkan cahaya bulan.
Kami nyaris hanyut dalam ‘kenikmatan’ indahnya berada di Desa Posona yang begitu menikmati indahnya pemandangan laut dibalik selimuti yang menutupi wajah bulan sehingga kelihatan hampir sempurna di atas sana.
Ia (Sang rembulan) seakan menyemangati kami yang tenaganya mulai terkuras, sedang mencicipi segelas kopi tanpa gula, sembari mengumpulkan energi untuk kembali melanjutkan perjalanan ke tempat tujuan.
Desa Taipa Obal yang disebut Surga di Negeri Dongeng oleh sebagian orang, termasuk saya salah satunya. Bertaut tegukan akhir nikmatnya kopi yang tersuguhkan, kami pun meninggalkan lelah bersama dengan ampas kopi yang masih tertinggal di cangkir kopi tersebut.
Kami pun kembali mulai melangkahkan kaki melanjutkan perjalanan yang ternyata belum melewati setengah perjalanan dari tujuan untuk beristirahat.
Menjelang waktu yang menunjukkan hampir separuh malam, atau sekitar pukul 23:30 WITA. Kami tiba ditempat yang menjadi tujuan peristirahatan kami. Hal itu untuk mengumpulkan tenaga dan menjaga fisik kami agar tetap fit sebelum bertemu dengan jalur dengan medan jalan yang berbatu dan menanjak.
Kediaman seorang saudara angkat dari rekan saya yang menjadi tujuan tempat peristirahatan kami itu terletak di Desa Baina’a, Kecamatan Tinombo. Hanya berjarak sekitar 8 KM dari Ibukota Kecamatan Tinombo.
Setelah malam yang begitu panjang berlalu, pulau kapuk (Kasur) menjadi sandaran kami menghabiskan malam tersebut. Hawa dingin ciri khas daerah wilayah Utara bumi Parigata ini, turut mengantarkan lelap kami di pembaringan.
Minggu 29 Mei 2021, merupakan hari kedua petualangan saya bersama ketiga rekan saya menuju Desa Taipa Obal surga negeri dongengnya sejumlah kalangan yang penat dengan hiruk pikuk aktivitas ibukota.
Meski Ibukota Kabupaten Parigi Moutong ini tidak seramai kota metropolitan. Namun, bagi orang yang memiliki profesi seperti saya, sudah sangat pasti akan membutuhkan refreshing otak dan mata yang lelah, terkuras dengan dinamika warga kekotaan dan tingkah laku netizen di sosial media.
Sekitar pukul 09:30 WITA. Kami pun kembali meneruskan perjalan menuju Ibukota Kecamatan Tinombo dan kemudian meneruskan ke Desa Lombok Kecamatan Tinombo yang terletak tepat di Kaki Pegunungan wilayah kecamatan ini.
Desa Lombok menjadi akses jalur utama warga yang bermukim di Lima desa terpencil wilayah pemerintah Kecamatan Tinombo. Sehingga, tak jarang, kalian akan menemukan sejumlah warga dari daerah terpencil tersebut, membawa hasil bumi menggunakan jasa angkut Ojek atau dengan memikul sambil berjalan kaki, menuju wilayah ibukota Kecamatan Tinombo.
Sekitar 10:00 WITA, kami pun tiba di Desa Lombok. Tidak menuggu waktu lama, salah seorang rekan saya yang sudah punya pengalaman ke wilayah pedalaman gunung Tinombo ini, langsung bergegas mencari orang yang menjajakkan jasa antar jemput (Ojek) kewilayah terpencil Kecamatan Tinombo ini.
Dengan ongkos Rp70.000 per orang, (hasil tawar menawar dengan si Om ojek, yang sebelumnya mematok tarif sebesar Rp100.000/orang) Saya, pun memacu adrenalin dijalur menanjak dan berbatu menuju Desa Taipa Obal, yang menurut warga sekitar, hanya berjarak sekitar 25 KM dari Desa Lombok.
Akhirnya, saya kembali merasakan sensasi yang memacu adrenalin saat ‘kuda besi’ roda dua yang saya naiki, mulai mengeluarkan suara khas nya yang terdengar seperti singa meraung. Saat melintas dijalur tanjakan berbatu dengan pemandangan dinding tebing yang kokoh pada bagian sisi kiri, serta jurang yang dalam pada bagian sisi kanan.
Kurang lebih satu jam, kami susuri jalur tersebut. Tibalah kami dengan selamat puncak Desa Taipa Obal. Mata ku pun tertuju pada deretan pemukiman warga Desa Taipa Obal tersebut, yang nyaris tidak terdapat bangunan rumah berdinding beton.
Kemudian, Mata saya pun sejenak terpaku melihat beberapa kondisi rumah warga menurut saya jauh dari kata layak untuk ditinggali. Sebagai Tamu yang baik, kami pun langsung turun di kediaman Sekretaris Desa Taipa Obal, Kecamatan Tinombo Kabupaten Parigi Moutong.
Sembari menyampaikan maksud dan tujuan kedatangan kami, kami pun meminta izin untuk menghabiskan waktu malam hari di tersebut. Bagh menyambut dengan tangan terbuka, Sekretaris Desa Taipa Obal yang merupakan seorang bapak dari tujuh orang anak dengan bertubuh gempal yang murah senyum itu, menerima keberadaan kami.
Kami pun dibuat senyaman mungkin oleh senyumnya tersebut. Bahkan, saya seakan tidak merasa canggung saat bercengkrama dengan beliau.
Suasana keakraban pun terjalin diantara kami, rasa lelah dan penatnya tubuh ini seakan hanyut dalam suasana candaan yang terbangun diantara kita. Desa Taipa Obal ini, sekitar 1.200 jiwa.
Mayoritas masyarakat Desa Taipa Obal ini beragama Islam dan bersuku Lauje. Desa ini terbagi atas tiga dusun.
Ditengah kegirangan kami bercengkrama di kediaman Sekretaris Desa Taipa Obal ini, sesekali mataku memandang keluar rumah dan mengagumi kehidupan kelompok manusia yang cukup damai dan sangat ramah satu sama lain, ditengah pemandangan alam yang hijau nan megah yang terpampang jelas di pelupuk mata.
Kedamaian dan ketenteraman yang saya rasakan secara nyata ini, didukung dengan masih sejuknya oksigen yang keluar dari rindangnya pepohonan dari perkebunan cengkeh milik warga sekitar.
Sempat membawa saya seakan hilang dari alam sadar untuk menikmati nikmat dari maha pencipta.
“Sungguh benar katanya, (salah seorang teman saya yang sudah punya pengalaman kesini) pedalaman gunung di kecamatan Tinombo ini, menyuguhkan keindahan serta kenikmatan yang cukup memuaskan kerohanian saya, sebagai makhluk ciptaan. Benar ini serasa disurga,” kata hatiku.
Menjelang malam irama lantunan adzan magrib pun berkumandang dari dua Masjid yang masing-masing terletak di Dusun Satu dan Dusun Tiga Desa ini. Anak-anak dan orang dewasa berbondong-bondong bergegas menuju Masjid untuk melaksanakan sholat.
Kemilau cahaya bintang menghiasi langit Desa Taipa Obal saat itu, menunjukkan jika waktu telah memasuki gemerlap malam. Dari dalam kediaman Sekretaris Desa Taipa Obal ini, khayalan ku tentang pemandangan malam yang pekat dan mencekam di daerah terpencil, mulai mengisi ruang rongga otak ku.
Kami pun diarahkan untuk menginap di bangunan PAUD yang dibangun oleh pemerintah Desa Taipa Obal.
Saya pun sempat tercengang melihat kemilau cahaya yang terpancar dari bola lampu pada setia rumah warga setempat. Sumber cahaya tersebut, ternyata berasal dari Tenaga Surya bantuan pemerintah yang diberikan kepada masyarakat Desa Taipa Obal ini.
Sontak seluruh khayalan ku tentang pekatnya malam di salah satu wilayah terpencil ini buyar “kocar-kacir” meninggal rongga otakku. Diskusi yang di tutup dengan candaan manja sebelum tidur, menjadi pengalaman hebat kali ini. Setelah menempuh jarak yang teramat jauh kemudian fikiran yang terenggut tadi bercampur aduk menjadi lelah.
Kami pun mulai membaringkan badan bersama dua kalimat syahadat pengantar tidur agar lebih aman sepanjang malam.
Malam indah pun berganti dengan sahutan burung-burung di tangkai pohon tempat kami beristirahat, hal ini pertanda pagi hari telah tiba. Berteman embun pagi, seraya menghirup udara, saya bersama kedua rekan pun bergegas bangkit dari tempat tidur untuk bersiap meluncur berkeliling kampung.
Beberapa kegiatan pun kita mulai. Beberapa teman saya pun, memantau aktifitas warga, layaknya daerah pegunungan cangkul dan arit pun menjadi alat utama untuk pekerjaan mereka sebagai petani.
Saya pun mencoba untuk merangsek masuk bergaul dengan siswa siswi SD dan SMP yang kebetulan lokasi bangunannya berdiri di Desa Taipa Obal ini.
Sejumlah pintu dari bangunan para pedagang retail, campuran, pedagang baju, dan bengkel nampak terbuka lebar. Kondisi yang ramai itu, terjadi di sekitar jalur utama jalan desa tersebut.
Sesekali, kondisi itu mengarahkan ku kembali mengingat potret kehidupan masyarakat Parigi sekitar tahun 70an yang kulihat dari salah satu buku yang kuambil dari rak buku di Perpustakaan daerah beberapa tahun lalu.
Sekolah Dasar dan SMP yang berdekatan dengan kompleks perdagangan nyaris seperti pasar. Situasi itu mengarahkan ku untuk coba menghayal kan kondisi yang sama mungkin terjadi pada SMA Neg 1 Parigi dan SMP Neg 2 Parigi, Tempo dulu, yang masih berdekatan dengan pasar inpres Tagunu.
Kegiatan demi kegiatan selama hampir seharian penuh itu akhirnya selesai dan mendapat respon baik dari warga sekitar. Khususnya, anak-anak yang merupakan siswa SD di Desa Taipa Obal ini.
Kami pun bergegas menyiapkan kepulangan mengingat misi kita telah kami anggap berhasil kami laksanakan.
Sembari menyiapkan barang-barang untuk pulang, kami pun sempat berdiskusi soal rasa prihatin melihat kondisi bangunan ruang kelas SD di Desa Taipa Obal ini.
Jumlah siswanya yang begitu banyak, sudah tentu memperoleh Dana BOS yang besar pula. Sayangnya, kondisi bangunan nampak tidak terawat.
Bahkan salah satu bagian dinding dari ruang kelas Tiga nyaris tak punya penghalang dinding lagi. Beberapa bagian lantai kelas satu sampai kelas tiga SD tersebut nampak berlubang.
Kondisi plafon nyaris roboh dan cukup mengkhawatirkan. Parahnya lagi, siswa kelas dua terpaksa harus secara bergantian menggunakan ruang kelas tiga. Karena ruangan mereka tidak memiliki papan tulis.
Ditengah kondisi ini, hal yang membangkan muncul cari Para tenaga pendidik yang masih berstatus guru honor. Semangat mereka untuk memajukan pendidikan di Kabupaten Parigi Moutong, khusus mencerdaskan anak-anak penerus bangsa dari Desa Taipa Obal ini tidak pernah padam.
Padahal, mereka hanya mendapat imbalan gaji paling tinggi Rp 1 Juta (untuk guru honor dengan pendidikan terakhir S1).
Sementara, tak jarang gaji mereka tidak bisa ternikmati seluruhnya. Karena harus menyisihkan untuk perbaikan kendaraan pribadi mereka sebagai operasional dari wilayah ibukota Kecamatan Tinombo menuju desa tersebut.
Semangat terus yah, pahlawan tanpa tanda jasa di surga kecil Desa Taipa Obal Wilayah terpencil Kecamatan Tinombo.
Eksplorasi konten lain dari kabarSAURUSonline.com
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.