Parigi Moutong – Kisruh terkait jabatan Bupati Parigi Moutong, sekitar tiga tahun terakhir dipegang Samsurizal Tombolotutu, menjadi polemik bak bom waktu dikalangan masyarakat. Hal itu, mendorong sejumlah anggota Legislatif DPRD Parigi Moutong, memohon kepada wakil rakyat bersepakat mengambil langkah hak interpelasi secara kelembagaan.
Tahapan menuju pengambilan hak Interpelasi baru dimulai sekitar dua minggu pasca demonstrasi ratusan orang mengatasnamakan AMPIBI di DPRD Parigi Moutong.
Sekitar dua pekan sebelum AMPIBI menggelar aksinya. Sorak-sorai ‘potong-potong roti, Samsurizal Ulah Lagi, rakyat di bodohi Mahasiswa turun aksi’ yang dilantunkan mengikuti lirik lagu ‘ampar – ampar pisang’.
Lagu tersebut, dilantunkan sejumlah pemuda mengatasnamakan GERAM. Pada aksi pra kondisi yang notabene merupakan upaya pengungkapan isu. Dimana isunya untuk membangun kesadaran bersama terhadap kondisi daerah yang terkesan kehilangan pemimpin.
Aksi GERAN Pemicu Demontrasi Masyarakat Terhadap Bupati
Aksi dari kelompok GERAM itu, disinyalir sebagai pemicu dari ‘bom waktu’ atas polemik jabatan Bupati Kabupaten Parigi Moutong. ‘meledak dan menggelegar’ seantero wilayah Ibu Kota Kabupaten yang baru berusia 18 tahun ini.
Kemudian dalam aksi AMPIBI (22/7 red). Ratusan massa aksi mampu mendesak DPRD Parigi Moutong yang kini di nahkodai Sayutin Budianto, menggunakan Hak Interpelasi lembaga wakil rakyat.
Saat itu, dihadapan ratusan massa aksi, Sayutin Budianto meminta agar memberikan DPRD kesempatan selama sedikitnya 14 hari setelah aksi tersebut.
Pantauan KabarSAURUSonline.com, Paripurna yang digelar Rabu (5/8) digedung DPRD Parigi Moutong, sempat berlangsung alot saat membahas polemik tersebut.
Berbagai argumen anggota DPRD terungkap seperti yang dibacakan juru bicara fraksi Nasdem, Fery Budiutomo.
Dia menuturkan, pihaknya berkeinginan adanya tindaklanjut terhadap gejolak masyarakat yang timbul atas tindakan dan kebijakan Bupati Parigi Moutong.
Disebutkannya, alasan interpelasi yakni, tidak adanya tindak lanjut Bupati terhadap rekomendasi DPRD atas penghapusan biaya Surat Keterangan Berbadan Sehat (SKBS).
Selain itu, kisruh terkait bantuan bencana dan BPJS yang terkesan tidak kunjung mendapatkan solusi. Selanjutnya, pemindahan dana pemerintah daerah dari Bank Pembangunan Daerah Cabang Parigi ke BNI cabang Parigi dinilai tidak berdasarkan aspek PAD.
Lima desa di Kecamatan Tinombo Selatan, yang disinyalir penggunaan dana desanya diarahkan untuk pembangunan jalan di Pantai Mosing. Kemudian, roda pemerintahan yang seakan dijalankan bukan dari Kantor Bupati, melainkan dari kediaman pribadi nota Bene jauh dari Ibukota Kabupaten.
Pergeseran pejabat kata dia, disinyalir juga tidak melalui asesmen dan persetujuan komisi Aparatur Sipil Negara (ASN). Pemutusan kontrak kerja secara sepihak terhadap dokter di RS Raja Tombolotutu lanjut dia. Serta tidak efektifnya pelayanan di RS Raja Tombolotutu dan hutang RS kepada pihak ketiga menyebabkan somasi.
Begitupun lanjutnya, hutang kepada dokter dan tenaga medis di RS Raja Tombolotutu yang tidak dibayarkan. Kemudian hutang PJU kepada PLN juga tidak dibayarkan. Parahnya lagi, kondisi ibukota yang semerawut tidak tertata dengan baik layaknya ibukota pemerintahan. Kemudian terkait penggunaan dana Covid-19 dilakukan secara tertutup, serta Bupati selama ini sering mengabaikan rapat-rapat paripurna DPRD.
Eksplorasi konten lain dari kabarSAURUSonline.com
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.