Program Hilirisasi Nikel Menambah Pendapatan Negara

Program Hilirisasi Nikel Menambah Pendapatan Negara
FOTO : ISTIMEWA (Kemenperin)

NASIONAL, kabarSAURUSonline.com – Juru bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Febri Hendri Antoni Arif mengatakan, program hilirisasi nikel menambah pemasukan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang nilainya triliunan rupiah.

Ia membeberkan, investasi ini di Indonesia sebesar USD11 Miliar atau sekitar Rp165 Triliun untuk smelter Pyrometalurgi, serta sebesar USD2,8 Miliar atau mendekati Rp40 Triliun untuk tiga smelter Hydrometalurgi yang akan memproduksi MHP (Mix Hydro Precipitate) sebagai bahan baku baterai.

Bacaan Lainnya

Kemenperin menghitung nilai tambah yang dihasilkan dari nikel ore hingga produk hilir meningkat berkali-kali lipat jika diproses di dalam negeri atau menghilirkan proses barang mentah.

Menurutnya, apabila nilai nikel ore mentah dihargai USD30/ton, ketika menjadi Nikel Pig Iron (NPI) harganya akan naik 3,3 kali mencapai USD90/ton. Sedangkan, bila menjadi Ferronikel, akan naik 6,76 kali atau setara USD203/ton.

Ketika hilirisasi berlanjut dengan menghasilkan Nikel Matte, maka nilai tambahnya juga akan naik menjadi 43,9 kali atau USD3.117/ton.

Terlebih, sekarang Indonesia sudah punya smelter yang menjadikan MHP sebagai bahan baku baterai dengan nilai tambah sekitar 120,94 kali (USD3.628/ton).

“Apalagi, jika ada ada pabrik baterai yang mengubah ore menjadi LiNiMnCo, maka nilai tambahnya bisa mencapai 642 kali lipat. Dari sini saja sudah terbukti, seperti disampaikan Bapak Presiden, jika kita mengekspor bahan mentah, angkanya Rp17 Triliun, dibandingkan dengan ekspor produk hasil hilirisasi nikel yang mencapai Rp510 Triliun. Sehingga penerimaan negara dari pajak akan jauh lebih meningkat,” paparnya, di kantor pusat Kemenperin, Sabtu (12/8).

Melihat performa kontribusi logam dasar ke ekonomi, ia menjelaskan, PDB logam dasar di triwulan I hingga 2023 tumbuh 11,39 persen. Pada semester I hingga 2023 ini, logam dasar mencatatkan PDB sebesar Rp66,8 triliun.

Selama periode tahun 2022, subsektor ini tumbuh di atas 15 persen dengan nilai Rp124,29 Triliun, juga tahun 2021 tumbuh double digit setara Rp108,27 Triliun.

“Indikator ini sangat jelas menunjukkan bahwa benefit smelter memberi manfaat bagi ekonomi nasional, bukan untuk negara lain. Hadirnya PMA merupakan pengungkit investasi untuk pertumbuhan ekonomi nasional,” imbuhnya.

Posisi Indonesia sebagai eksportir utama produk hilir logam nikel terus menguat dalam beberapa tahun terakhir, utamanya setelah kebijakan hilirisasi dan pelarangan ekspor biji nikel dijalankan.

Ekspor Stainless steel, baik dalam bentuk slab, HRC maupun CRC, menyentuh angka USD10,83 Miliar di tahun   2022. Nilai ekspor ini meningkat 4,9 persen dari tahun 2021 yang sebesar USD10,32 Miliar.

Berdasarkan data worldstopexport tahun 2022, Indonesia menjadi eksportir HRC urutan pertama dunia dengan nilai USD4,1 Miliar. Febri menambahkan, ekspor produk hilir dari nikel lainnya juga terus meningkat pesat.

Tercatat pada tahun 2022, nilai ekspor ferronikel mencapai USD13,6 miliar, atau meningkat 92 persen dibandingkan nilai ekspor pada tahun 2021 yang sebesar USD7,08 miliar.

Nilai ekspor nikel matte juga melonjak sebesar 300 persen, dari USD0,95 Miliar pada tahun 2021 menjadi USD3,82 Miliar pada tahun 2022.

Tidak hanya itu, hadirnya nikel di Indonesia juga mampu mengerek PDRB industri di provinsi tempat smelter nikel berada.

Sulawesi Tengggara, sebagai produsen nikel terbesar di Indonesia, mengalami pertumbuhan PDRB industri pengolahan sebesar 16,74 persen pada tahun 2022, yang sebagian besar disumbang oleh industri pengolahan nikel.

Keutamaan lainnya ekonomi hilirisasi ini adalah ekspor Sulawesi Tengggara pada 2022 mencapai USD5,83 Miliar dengan USD5,7 Milliar atau 99,30 persen didominasi oleh golongan besi baja berupa Ferronickel (FENI), Nickel Pig Iron (NPI), dan baja tahan karat yang diproduksi oleh sejumlah pabrik peleburan (smelter) Nikel di wilayah ini.

Kemudian, jika dilihat dari perolehan PNBP, sektor logam nikel juga mengalami kenaikan yang mengagumkan, terutama dari daerah-daerah penghasil nikel.

Tahun 2022, PNBP dari daerah penghasil nikel mencapai Rp10,8 Triliun, meningkat dari tahun 2021 yang sebesar Rp3,42 triliun.

Total PNBP dari lima provinsi penghasil nikel mencapai Rp20,46 Triliun sepanjang 2021 hingga triwulan II hingga 2023, dengan provinsi Sulawesi Tenggara merupakan penyumbang terbesar PNBP (Rp8,73 Triliun), disusul provinsi Maluku Utara (Rp6,23 Triliun). (Sumber: Siaran Pers Kemenperin)


Eksplorasi konten lain dari kabarSAURUSonline.com

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

banner 970x250