NASIONAL, kabarSAURUSonline.com — Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) telah mengembangkan modul pembelajaran Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) untuk mencegah kekerasan seksual di lingkungan pendidikan.
“Modul tersebut bisa diakses melalui Learning Management System (LMS) perguruan tinggi oleh mahasiswa, dosen, dan tenaga kependidikan,” kata Kepala Puspeka Kemendikbudristek Rusprita Putri Utami, di Jakarta, Rabu (18/1) melansir kemdikbud.go.id.
Apabila perguruan tinggi belum memiliki LMS, modul tersebut dapat diakses melalui Sistem Pembelajaran Daring (SPADA) Indonesia melalui https://spada.kemdikbud.go.id.
Sebelumnya, Kemendikbudristek telah menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi yang bisa diakses di https://merdekadarikekerasan.kemdikbud.go.id/peraturan/.
“Ini cukup efektif, karena para korban kekerasan seksual bisa berani berbicara dan melaporkan tindakan kekerasan yang mereka alami sehingga beberapa pelaku yang terbukti bersalah telah mendapatkan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan,” ungkapnya.
Selain Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021, pemerintah juga telah mengeluarkan Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Pendidikan.
Ada juga, laman https://merdekadarikekerasan.kemdikbud.go.id/ yang memuat berbagai informasi edukatif terkait PPKS, dan media sosial Cerdas Berkarakter Kemdikbud RI yang menyediakan berbagai materi edukasi PPKS yang dapat dimanfaatkan oleh satuan pendidikan, termasuk perguruan tinggi, serta masyarakat umum.
Berdasarkan laporan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dalam Rapat Kerja Bersama Komisi III DPR RI pada Senin, 16 Januari 2023 kemarin disebutkan, permohonan perlindungan kasus kekerasan terhadap anak meningkat sebesar 25,82 persen.
Pada tahun 2021, terdapat temuan 426 kasus dan meningkat pada tahun 2022 menjadi 536 kasus.
“Kekerasan seksual merupakan kekerasan yang paling berdampak bagi korban tetapi paling sulit dibuktikan, sehingga tidak dapat dipandang sebelah mata,” ungkapnya.
Karena itu ia mengatakan, perjuangan menciptakan lingkungan satuan pendidikan yang aman dari kekerasan, termasuk kekerasan seksual, membutuhkan gotong-royong semua pihak.
“Pemerintah daerah, khususnya dinas pendidikan, pemimpin satuan pendidikan, pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali, masyarakat umum, serta kementerian/lembaga terkait, semua memiliki peran dan tanggung jawab untuk penghapusan kekerasan seksual di lingkungan satuan pendidikan,” pungkasnya.
Eksplorasi konten lain dari kabarSAURUSonline.com
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.