NASIONAL, kabarSAURUSonline.com – Tidak ingin “kecolongan” dengan kejadian bencana alam, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menerapkan paradigma Preventive Maintenance.
Demikian disampaikan Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa (17/05) melansir antaranews.com.
“Tidak hanya penambahan instrumen alat saja, namun pemeliharaan seluruh peralatan operasional juga menjadi prioritas utama BMKG, terutama yang berkaitan dengan sistem peringatan dini,” terangnya.
Sebelumnya, dalam acara Koordinasi dan Evaluasi Tahap I Pemeliharaan Mandiri Jaringan Seismograf Ina-TEWS di Yogyakarta, Senin (16/05), Dwikorita menekankan, perawatan, pengecekan, kalibrasi harus terus dilakukan secara berkala.
“Hal itu untuk mencegah terjadinya kerusakan dan memastikan peralatan berfungsi dengan prima, mengingat operasional BMKG sangat bergantung pada alat,” ungkapnya.
Dwikorita menyebut paradigma tersebut untuk memastikan bahwa produk data dan informasi yang dihasilkan BMKG tidak hanya cepat, namun juga tepat dan akurat.
Apalagi kata ia, fenomena cuaca, iklim, dan tektonik seperti kegempaan dan tsunami makin kompleks dan meningkat frekuensi kejadiannya.
“BMKG terus berupaya keras meningkatkan kemampuan belajar, beradaptasi dengan perubahan lingkungan, membangun kompetensi, menguatkan daya berkompetisi, serta terus bersemangat untuk membangun sinergi, koneksitas, dan kolaborasi dengan seluruh pihak terkait,” jelasnya.
Masih sumber yang sama, dikatakan BMKG juga terus berbenah dengan berupaya meningkatkan kapasitas teknologi untuk prediksi cuaca, perubahan iklim, pemanasan global, kebakaran hutan serta analisis gempa bumi dan tsunami.
Hal ini penting, mengingat data meteorologi, klimatologi, dan geofisika (MKG) yang dikeluarkan BMKG sangat diperlukan oleh berbagai stakeholders, sehingga kapasitas teknologi MKG harus terus ditingkatkan guna meningkatkan kecepatan, ketepatan, dan akurasi data atau informasi MKG.
“Poinnya adalah BMKG harus terus berupaya mengejar lembaga-lembaga sejenis yang lebih maju, seperti di antaranya JMA Jepang. Saat ini kami berfokus melakukan berbagai lompatan inovasi dan teknologi dengan memprioritaskan karya anak bangsa,” tuturnya.
Dwikorita mengatakan, pada Desember 2021, BMKG telah menuntaskan proses instalasi tambahan 17 instrumen pendeteksi gempa bumi atau seismograf di seluruh wilayah Indonesia.
Langkah ini dilakukan untuk meningkatkan kecepatan, ketepatan, dan keakuratan informasi serta peringatan dini tsunami.
Dengan tambahan 17 sensor tersebut, sambung Dwikorita, total ada 428 sensor yang terpasang dari yang sebelumnya hanya 411 sensor dalam Jaringan Sistem Monitoring Gempa Bumi.
Adapun penentuan jumlah dan lokasi penempatan sensor dilakukan berdasarkan historis dan sebaran sumber-sumber gempa bumi yang telah terjadi.
Yakni, pertemuan antar lempeng tektonik seperti Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia, Lempeng Pasifik dan Lempeng Filipina, serta sebaran sesar atau patahan aktif yang telah teridentifikasi.
“Kami sadar betul jika Indonesia merupakan wilayah yang sangat rawan bencana. Karenanya, BMKG terus melakukan pemeliharaan serta pembaruan alat dan teknologi guna menjaga keselamatan masyarakat terhadap bencana,” jelasnya.
Eksplorasi konten lain dari kabarSAURUSonline.com
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.