NASIONAL, kabarSAURUSonline.com – Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia Eximbank akan mengembangkan Program Desa Devisa menyikapi membaiknya pemintaan dan kenaikan harga kopi dunia.
Hal tersebut disampaikan Direktur Bisnis II LPEI, Maqin U. Norhadi, dalam keteranganya, dilansir dari Antaranews.com, di Jakarta, belum lama ini.
“Berdasarkan catatan Indonesia Eximbank Institute, permintaan kopi dunia pada 2022 akan semakin meningkat seiring harga yang juga semakin tinggi. Apalagi, pasarnya juga semakin luas,” ungkapnya.
Maqin mengatakan, pihaknya sudah mulai melaksanakan program Desa Devisa khusus kopi tahun lalu di Kabupaten Subang pada Juli 2021.
Untuk diketahui, ekspor perdana kopi hasil binaan Desa Devisa LPEI di Subang ke Arab Saudi mencapai 18 ton.
Adapun, para eksportir kopi nasional juga tersebar di Semarang, Banda Aceh, Deliserdang, Medan, Bandar Lampung, Surabaya dan Sidoarjo, serta Malang.
LPEI juga mencatat ceruk permintaan kopi yang lebih spesifik seperti kopi organik yang dinilai sangat cerah pasarnya.
Oleh karena itu, selain di Subang, LPEI juga mendampingi pengembangan bisnis kopi organik di kawasan Pegunungan Ijen, Banyuwangi.
“Tahun ini, ditargetkan kopi organik jenis java ijen dapat mulai diekspor untuk memenuhi pasar Jepang. Desa-desa di kawasan ini menjadi bagian dari program Desa Devisa LPEI, yang pada 2022 ditargetkan dapat menjangkau sekitar 100 desa melalui program Desa Devisa tersebut,” tuturnya.
Berdasarkan data, pertumbuhan nilai ekspor kopi masih minus 1,9 persen pada periode kumulatif Januari-Oktober 2021, namun relatif membaik dibandingkan tahun 2020 lalu yakni, minus 6,9 persen.
Memasuki 2021, permintaan kopi dunia sudah menunjukkan tren menggembirakan. Nilai ekspor kopi Indonesia rebound ditopang oleh kenaikan harga kopi dunia.
Permintaan kopi dunia berangsur naik setelah hampir dua tahun menurun akibat dampak pandemi global.
Rantai pasok logistik menjadi terganggu akibat kebijakan sejumlah negara yang membatasi transportasi dan arus keluar masuk barang antar negara.
Kelangkaan kontainer juga menyebabkan biaya logistik naik berlipat-lipat. Kendala itu pun menyebabkan volume perdagangan kopi menurun, terutama di jalur pasar ekspor dunia.
Indonesia sebagai produsen kopi keempat terbesar di dunia setelah Brazil, Vietnam, dan Kolombia, ikut terdampak oleh kondisi tersebut.
Meski demikian, nyaris tidak ada pelaku usaha kopi yang gulung tikar dan beralih ke bisnis komoditas lain.
Hal itu memperlihatkan bahwa penurunan bisnis kopi murni adalah akibat pandemi dan terganggunya rantai pasok, bukan karena berkurangnya permintaan pasar.
Eksplorasi konten lain dari kabarSAURUSonline.com
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.