Parigi Moutong, kabarSAURUSonline.com – Tersangka Dugaan Tipikor atas aset DKP Kabupaten Parigi Moutong tahun anggaran 2012, ‘angkat bicara’ melalui penasehat hukumnnya.
Kejaksaan Negeri (Kejari) Parigi beberapa waktu lalu baru menetapkan MT sebagai tersangka dugaan Tipikor aset Dinas Kelautan dan perikanan (DKP) yang baru.
Sebelumnya, Redaksi kabarsaurusonline.com, memberitakan Penetapan MT itu, berdasarkan hasil pengembangan Kejari Parigi. Hal ini turut memunculkan spekulasi keterlibatan banyak pihak dalam kasus tersebut.
Pasalnya, Kejari Parigi telah lebih dulu menetapkan HL dan SS dalam waktu yang tidak bersamaan, sebagai tersangka dugaan Tipikor pada kasus yang sama.
Baca: https://kabarsaurusonline.com/dugaan-kasus-tipikor-aset-dkp-punya-tersangka-baru/
Penetapan MT tersebut, mendapat respon dari tim penasehat hukumnya. Melaui konfrensi pers, senin (16/11). Sumitro SH.MH, selaku kuasa hukum MT mengatakan, penetapan tersangka terhadap kliennya tidak masuk akal.
“Hal ini tidak masuk akal dan logis. Selaku kuasa hukum, kami akan bertanya lebih jauh terkait surat penetapan tersangka nomor 1047 atas nama inisial MT,” ungkapnya.
Menurutnya, kasus yang bergulir di Kejari Parigi Moutong saat ini terkait pengadaan kapal yang dianggap telah merugikan keuangan negara mencapai Rp 2,1 miliar.
“Kasus ini, terkait pengadaan kapal yang namanya Inkamina yang nilainya sekitar kurang lebih Rp 1,3 Miliar. Kemudian, arung samudra kurang lebih Rp 800 Juta pada tahun 2012. Sehingga, totalnya mencapai Rp 2,1 Miliar,” sebutnya.
Ia menuturkan, sebagai pengurus koperasi yang saat itu menjabat sebagai bendahara. Kliennya, (MT), sudah bekerja sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (Tupoksi)nya yaitu, mengelola keluar masuknya keuangan.
“Klien kami kerja sesuai tupoksinya, bukan dituduhkan pihak Kejari sebagai tersangka merugikan uang Negara. Dimana yang dirugikan MT, sedangkan dia hanya sebagai bendahara,” ucapnya.
Sumitro Menilai, Kliennya Tidak Pantas Jadi Tersangka Dugaan Tipikor Aset DKP yang Rugikan Negara Mencapai 2,1 Miliar Rupiah
Sementara itu, kata Sumitro, terkait persoalan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang tidak tersetor oleh koperasi ke pihak DKP, dikarenakan terjadi penurunan penjualan dari koperasi.
Kemudian lanjut Sumitro, pada pasal Lima dalam perjanjian antara koperasi dan DKP menyebutkan, pemberian surat teguran hingga pemutusan hubungan kerjasama.
Jika dalam tiga kali secara berturut-turut lanjutnya, pihak koperasi tidak mampu menyetor PAD kepada DKP.
“Pihak DKP tidak melakukan hal ini. Mestinya, jika sudah tiga kali koperasi tidak menyetor PAD. Terjadi pemutusan hubungan kerjasama. Bukan lanjut pada ranah pidana,” tuturnya.
Selain itu tutur Sumitro, pada pasal tujuh perjanjian antar kedua pihak menyebutkan, melakukan musyawarah mufakat dalam menyelesaikan perselisihan antar kedua pihak.
“Apabila terjadi perselisihan antara Koperasi Kasituvu dan DKP, penyelesiannya melalui musyawarah untuk mencapai mufakat. Namun, apabila dalam musyawarah itu tidak mencapai mufakat, masing-masing pihak membentuk panitia untuk perwakilan. Panitia ini yang akan mencari jalan keluarnya,” jelasnya.
Sumitro menambahkan, selama pemeriksaan menjadi saksi oleh jaksa penyidik, MT selalu kooperatif dan memberikan buku catatan soal masuk keluarnya uang kas.
“Tidak pantaslah klien kami jadi tersangka dengan kerugian Negara sebesar Rp 2,1 miliar, oleh Kejari Parigi Moutong” katanya. “Perusahaan BUMN yang sudah tertata bagus manejemennya masih saja mengalami kerugian, apalagi hanya sebatas koperasi. Kami berharap kepada pihak penyidik, agar proses ini bisa berjalan dengan semestinya,” tandasnya.
Eksplorasi konten lain dari kabarSAURUSonline.com
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.