Pantai Mosing, Ambisi Kota Satelit Korbankan Manggrove

Parigi Moutong: Hutan Manggrove 'Bebas' Babat, Jalan Menuju Pantai Mosing Tak Terhambat?
banner 468x60

Parigi Moutong, kabarSaURUSonline.comPantai Mosing, yang menjadi wilayah Desa Siney, Kecamatan Tinombo Selatan (Tinsel), Kabupaten Parigi Moutong yang digadang – gadang bakal menjadi Kota Satelit. Ribuan Manggrove pun menjadi korban akibat pembukaan akses jalan menuju kesalah satu obyek wisata bahari pada daerah ini.

Pembangunan Objek Wisata yang diharap bakal menjadi salah satu kota Satelite didunia oleh Bupati Parimo ,Samsurizal Tombolotutu, nampak mulai menuai masalah. Bahkan, saat ini berpotensi meminta “Tumbal” terkait kerugian negara.

Bacaan Lainnya
banner 336x280

Sejumlah kegiatan pada wilayah pantai mosing dan sekitarnya, disinyalir mengugunakan anggaran yang bersumber dari APBN maupun APBD. Padahal, berdasarkan informasi yang terhimpun, Pantai Mosing sendiri, bukan merupakan dari bagian dari Aset Daerah.

Sinyalemen indikasi kerugian negara juga diperkuat dengan pemanggilan Kejaksaan Tinggi (Kejati), kepada sejumlah kepala Desa (Kades) sekitar wilayah Pantai Mosing tersebut. Kabarnya, sejumlah kepala desa harus mejalani pemeriksaan dari penyidik Kejaksaan Tinggi S(ulteng) terkait penggunaan Dana Desa untuk pembiayaan pembukaan jalan baru menuju pantai Mosing.

Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah membidik aktor intelektual dari dugaan penyelewengan dana desa di lima desa wilayah Kecamatan Tinombo Selatan,Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah.

Hal ini terungkap saat Kejaksaan Tinggi menggelar jumpa pers dengan awak media di Aula Baharuddin Lopa ,Kejati Sulteng ,Jumat (16/10).

Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Sulteng, Edward Malau, membenarkan jika pihaknya sedang melakukan penyelidikan dugaan korupsi dana desa untuk pembukaan jalan baru pada kawasan hutan Mangrove menuju obyek wisata pantai Mosing yang juga disebut=sebut milik pribadi Bupati Parimo, Samsurisal Tombolotutu.

Dugaan terjadinya praktek korupsi pada  sejumlah kegiatan pembangunan wilayah Pantai Mosing mulai mencuat kepermukaan. Hal tersebut pasca menguatnya sinya sejumlah kegiatan pembukaan jalan yang rela mengorbankan hutan manggrove itu sebagai akses jalan masuk menuju ke objek wisata tersebut.

Dalam konfrensi pers terungkap bahwa Kasus dugaan korupsi Dana Desa untuk pembukaan jalan ke hutan mangrove menuju Pantai Wisata Mosing, Desa Sinei Kabupaten Parigi Moutong, dinaikkan statusnya dari penyelidikan ke penyidikan.

“Setelah kurang lebih 1 bulan tim mengumpulkan fakta-fakta, tim telah menemukan perbuatan melawan hukum, sehingga kasusnya dinaikkan statusnya ke penyidikan,” kata Aspidsus, Edward Malau dalam konfrensi persnya tentang hal; tersebut.

Ia menyebutkan, Penyidikan mencari, adanya perbuatan melawan hukum. Perbuatan melawan hukum ini, ditemukan dana desa yang tidak tepat penggunaannya/peruntukannya.

“Ada sekitar 5 desa menggunakan dana desanya untuk pembuatan jalan umum ke hutan mangrove menuju Pantai Wisata Mosing. Ini sudah menyalahi,” katanya.

Ia menambahkan, atas kasus dugaan korupsi dana desa ini pihaknya telah memeriksa kepala desa dan pihak-pihak terkait lainnya.

“Dari merekalah diperoleh keterangan adanya perbuatan melawan hukum, untuk menentukan siapa yang bertanggung jawab, ” pungkasnya.

Lima Desa Wilayah Kecamatan Tinombo Selatan, terseret persoalan yang mulai “melilit” Pantai Mosing.   

Penelusuran media ini diketahui kelima desa tersebut adalah Desa Sinei Induk,Desa Sinei Tengah, Desa Poli,Desa Tada Timur dan Desa Katulistiwa.

Bahkan, dari sumber terpercaya diketahui bahwa kelima desa tersebut mendapatkan kemudahan khusus dalam  hal pencairan dana desa tahap Pertama pada Januari 2020 lalu.

“Dari jumlah dana desa yang sudah tercairkan. Sebagiannya, memang dipakai untuk buat program pada lingkup desa. Sebagiannya lagi, sebagian lagi untuyk ‘patungan’, membuka jalan desa masing masing dengan tujuan akhir pantai Mosing,” ujar sumber yang meminta namanya tidak dimediakan.

Sementara itu, Bupati Kabupaten Parigi Moutong, Samsurizal Tombolotutu, mengungkapkan, bahwa daerah yang ia saat ini, berupayan untuk membangun Kota Satelit kelima di dunia. Pantai Mosing yang merupakan wilayah Desa Siney, Kecamatan Tinombo Selatan, menjadi lokasi yang dianggap tepat olehnya.

“Pembangunan Kota Satelit ke-5 di dunia itu merupakan salah satu program dominan pemerintah di tahun 2020 ini,” ungkap Samsurizal di Pantai Mosing, Desa Siney, seperti dikutip pada terbitan Metrosulawesi.Id pada Minggu (05/01).

Menurut Samsurizal , pantai Mosing terpilih sebagai tempat pembangunan kota satelit ke-5 dunia, karena pantai Mosing merupakan pusat satelit garis khatulistiwa dan berdekatan dengan tugu khatulistiwa.

“Kenapa saya pilih Pantai Mosing sebagai pembangunan kota satelit, karena satelit ini satu satunya yang ada di dunia nol derajat, pada tempat lain betul memiliki garis khatulistiwa nol derajat. Tetapi, Lintang Utara dan Lintang Selatan pasti berubah. Jika tidak berubah, pasti pada letak garis Bujur Timur dan Bujur Barat pasti berubah. Tapi, kawasan satelit khatulistiwa Pantai Mosing tidak berubah sama sekali,” dalih Samsurizal.

Selain rencana menjadikan kawasan Satelit ke-5 dunia, Pantai Mosing juga direncanakan sebagai tempat wisata. Karena, saat ini Pantai Mosing sedang dalam pembangunan infrastruktur wisata seperti, pelebaran jalan menuju lokasi, pembuatan cottage, dan fasilitas lainnya.

Sayangnya, ‘Aroma korupsi’ nampaknya mulai terendus dibalik sejumlah kegiatan pembangunan tersebut.

Sejumlah Kepala Desa (Kades) yang berdekatan dengan Pantai Mosing terindikasi ‘memainkan’ praktek culas, terhadap pemanfaatan Dana Desa (DD) bersumber dari Pos APBN, agar bisa mensuport kegiatan pembangunan pelebaran jalan serta pembangunan infrastruktur lainnya.

Parahnya lagi, Ribuan pohon Bakau atau Mangrove serta tumbuhan yang menjadi tempat berlindung berbagai flora dan fauna khas wilayah pesisir, menjadi korban untuk kepentingan pembukaan akses jalan menuju lokasi wisata tersebut.

Pembabatan Manggrove Untuk Pembukaan Jalan Menuju Pantai Mosing Dikecam WALHI Sulteng

Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Tengah (Sulteng) pun, angkat bicara terkait kegiatan pembukaan akses jalan menuju Pantai Mosing, yang mengorbankan ribuan pohon Mangrove pada pesisir Desa Katulistiwa.

Khaeruddin selaku Staf Kajian Walhi Sulteng, menyayangkan sikap Pemerintah Daerah (Pemda) Parigi Moutong, yang terkesan mengabaikan etika lingkungan dan aspek ekologis dalam pembangunan.

Menurutnya, fungsi ekologis magrove salah satunya untuk mengatasi perubahan iklim, terutama seperti kondisi sekarang ini yang sudah semakin ekstrim.

“Mangrove juga sebagai penetralisir zat-zat beracun yang terkontaminasi di dalam laut juga menjadi ruang hidup bagi biota-biota laut yang menopang kehidupan masyarakat,” jelas Khaeruddin saat Tim menyambangi kantornya, beberapa waktu lalu.

Walhi menyoroti ketidakpedulian Pemda Parigi Moutong, terkait kepatuhan terhadap Perundang Undangan yang ada hubungannya dengan pengolahan dan pemanfaatan kawasan pesisir khususnya hutan Mangrove.

“Itukan mengabaikan aspek ekologis dan tidak memperhatikan kelestarian lingkungan. Itu zona hutan magrove, seharusnya punya izin pelepasan kawasan dari kementrian karena kawasan hutan itu penetapannya oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan” tegasnya.

Secara kelembagaan katanya,Walhi mengecam tindakan penebangan Mangrove terkhusus di Desa Katulistiwa Kecamatan Tinombo Selatan Kabupaten Parimo.

Dalam catatan Walhi lanjutnya, Kawasan hutan Mangrove Provinsi Sulawesi Tengah menyusut setiap tahunnya. Bahkan, ada yang telah diklaim menjadi aset pribadi.

Parahnya, hutan Mangrove banyak rusak akibat ulah operasi korporasi yang membuang limbah di laut dan pesisir pantai.

“Terus terang saja, hutan-hutan mangrove kita sudah sangat berkurang. Ada yang diklaim secara pribadi, ada yang rusak karena oprasi korporasi limbah korporasi, itu semua yang sangat miris dan sangat kami sayangkan,” katanya.

Walhi menilai belum ada faktor yang mendesak dan pantas, sebagai alasan pemerintah untuk membuka akses jalan dengan mengorbankan hutan Mangrove. Hal tersebut, seperti yang terjadi pada Desa Khatulistiwa yang mengorbankan hutan Mangrove menjadi akses jalan menuju Pantai Mosing.  

“Kalau kita lihat disana (Tinombo Selatan), seperti apa urgency pelebaran jalan itu? apakah disana sering terjadi kecelakaan atau kemacetan? saya kira orang Tinombo Selatan lebih paham kondisi jalan mereka ini. Sama halnya, lain penyakit lain juga obatnya. Jadi tidak menyelesaikan masalah ” tegasnya.

Pembukaan Akses Jalan Menuju Pantai Mosing Korbankan Hutan Mangrove? Pelakunya Dapat Dipidana

Kegiatan membabat Mangrove untuk membangun jalan menuju Pantai Mosing kuat dugaan melanggar sejumlah aturan. Berikut faktanya Versi Redaksi coba menyajikan sebagai faktanya sebagai berikut :

Berdasarkan UU Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 tentang pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau kecil. Khususnya, Pasal 35 tentang poin e,f dan g, menyebutkan larangan pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau kecil langsung maupun tidak langsung.

Pada point e menyebutkan, menggunakan cara dan metode merusak ekosistem Manggrove, yang tidak sesuai dengan karakteristik wilayah.

Kemudian, poin F pasal tersebut menyebutkan, melakukan konversi ekosistem Mangrove. Pada kawasan atau zona budidaya yang tidak memperhitungkan keberlanjutan fungsi ekologis pesisir dan pulau-pulau kecil.

Lebih lanjut dalam poin g disebutkan, menebang Manggrove dikawasan konservasi untuk kegiatan industri, pemukiman, dan atau kegiatan lain.

Pasal 73 ayat 1 poin b menyebutkan, menggunakan cara dan metode yang merusak ekosistem mangrove, melakukan konversi ekosistem Mangrove. Menebang Manggrove untuk kegiatan industri dan permukiman, dan atau kegiatan lain. Dalam pasal 35 huruf e, f, dan huruf g, dipidana dengan penjara paling singkat dua tahun, paling lama 10 tahun. Kemudian, pidana denda paling sedikit Rp 2 Miliar, dan paling banyak Rp 10 Miliar,

Selain itu, merujuk pada Perda Nomor 2 Tahun 2011 Kabupaten Parigi Moutong, tentang Recana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Parigi Moutong 2010 – 2030 yang ditandatangani Longki Djanggola selaku Bupati Parigi Moutong saat itu.

Pasal 27 ayat 1 huruf D poin 2

Tidak menyebutkan wilayah pesisir pantai mulai dari Desa Tada sampai Desa Khatulistiwa, sebagai taman wisata alam dan taman wisata alam laut dimana pada point tersebut menyebutkan, wisata alam pantai meliputi pasir putih Kayubura Pelawa, Pantai Formoza, Pantai Nadoli Silanga, pantai Bata Posona, Pasir Putih Tada Selatan, Pasir Putih Sidoan, Pasir Putih Ongka, Pantai Moian Palapi, dan Pasir Putih Sibatan

Kemudian, pada point 3 masih pada huruf D lebih menegaskan kawasan pantai berhutan bakau seluas kurang lebih 7.043 Ha. Tersebar di Kecamatan Sausu, Balinggi, Torue, Parigi Selatan, Parigi, Ampibabo, Kasimbar, Toribulu, Tinombo Selatan , Tinombo, Tomini, Palasa, Taopa, Bolano Lambunu, Mepanga dan Moutong.

Pasal 27 ayat 1 huruf E point 3 menyebutkan, kawasan abrasi pantai terdapat pada Kecamatan Parigi, Siniu, Kasimbar, Tinombo, Tinombo Selatan , Tomini, Moutong dan Torue.

Kemudian, masih pada huruf e poin 4 pasal itu menyebutkan, kawasan rawan Tsunami pada seluruh kecamatan Pesisir Kabupaten Parigi Moutong.

Kemudian, lebih tegas lagi pada lampiran VI.A. Perda itu juga menyebutkan Pengelolaan SDA Nasional, Kecamatan Tinsel merupakan wilayah rincian pantai nasional panjang garis pantai 30,34 Km.

Baca Juga : https://portalsulawesi.id/objek-wisata-baru-pantai-mosing-diduga-korbankan-mangrove-demi-ambisi-kota-satelite/

Lagi:

Laporan : Tim Redaksi (Yoel,Akbar,Refoldi,Arie)

Redaktur : Heru

banner 336x280

Eksplorasi konten lain dari kabarSAURUSonline.com

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.