Parigi Moutong, kabarSAURUSonline.com – Dua organisasi ‘payung’ wartawan yaitu, PWI dan AJI. Mengecam tindakan kekerasan oknum aparat kepolisian terhadap tiga wartawan di Sulawesi Tengah.
Melansir dari Portalsulawesi.id, Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Atal S Depari meminta agar Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri), Idam Aziz, untuk memberikan sanksi kepada oknum polisi yang melakukan pelanggaran terhadap pekerja pers di tanah air.
Hal tersebut disampaikan Atal S Depari melalui siaran pers PWI Pusat, Jumat (9/10). Ia menegaskan, wartawan mendapat perlindungan dari UU nomor 40 tahun 1999 dalam menjalankan tugas dan peran profesinya.
Sehingga, ia menyayangkan tindakan kekerasan yang dilakukan sejumlah oknum aparat kepolisian bertugas pada saat bertugas mengamankan massa aksi demonstrasi penolakan UU Cipta Kerja yang digelar Kamis (8/10).
“Pers, bekerja berpedoman pada kode etik jurnalis. Baik kode etik yang dibuat organisasi maupun yang ditetapkan Dewan Pers,” jelasnya.
Lebih lanjut Atal S Depari menegaskan, wartawan yang bertugas tidak bisa dirampas atau dirusak alat kerjanya. Apalagi, sampai menganiaya bahkan membunuh wartawan tersebut.
Menurutnya, tindakan oknum polisi yang merusak dan merampas alat kerja wartawan, termaksud melakukan penganiayaan dan intimidasi pada saat peliputan demonstrasi menolak UU Cipta Kerja, merupakan sebuah pelanggaran berat terhadap kemerdekaan pers.
“Perbuatan para oknum polisi itu bukan saja mengancam kelangsungan kemerdekaan pers. Tapi juga, merupakan sebuah tindakan yang merusak sendi-sendi demokrasi,” tandasnya.
Selain PWI, AJI Kota Palu Turut Angkat Suara Atas Kekerasan Terhadap Wartawan di Sulteng
Masih melansir dari Portalsulawesi.id, selain PWI, Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Kota Palu mengutuk tindakan kekerasan yang dilakukan oknum aparat Kepolisian, dibawah jajaran Polda Sulawesi Tengah.
Hal itu disampaikan Ketua AJI Kota Palu, Muhammad iqbal, melalui siaran pers AJI Palu, pada Kamis (8/10) malam.
Menurutnya, tindakan represif dari oknum aparat kepolisian terhadap tiga orang wartawan, yang melakukan tugas peliputan aksi demonstrasi Mahasiswa menolak UU Cipta Kerja di depan gedung DPRD Sulawesi Tengah, merupakan tindakan penganiayaan.
“Kami mengutuk keras tindakan represif polisi yang bertindak diluar batas terhadap rekan-rekan kami saat melakukan peliputan,” ujarnya.
Ia mengatakan, ketiga wartawan tersebut telah menaati prosedur dalam peliputan unjuk rasa dengan memakai ID Card sebagai identitas.
Saat melakukan tugasnya kata Iqbal, ketiga wartawan tersebut berada dalam berikade kepolisian. Pada posisi tersebut lanjutnya, semestinya mereka bisa mendapat perlindungan. Sayangnya, mereka hanya mendapat perlakuan sebaliknya.
Iqbal menilai, tindakan oknum aparat kepolisian tersebut melanggar pasal 8 UU nomor 40 tahun 1999 tentang Pers yang menyatakan, dalam menjalankan profesinya jurnalis mendapat perlindungan hukum.
Atas kejadian yang menimpa Alsih Marselina (Wartawati SultengNews.com), Aldy Rifaldy (Wartawan SultengNews.co) dan Fikri (Wartawan Nexteen Media). AJI Kota Palu mendesak pihak kepolisian memproses tindakan tersebut. Atas kekerasan terhadap tiga wartawan tersebut, AJI Palu menyatakan sikap Pertama, mengecam tindakan kekerasan terhadap ketiga wartawan itu, yang memberangus kemerdekaan pers. Kedua, mendesak Kapolda Sulteng, memproses tindakan kekerasan yang dilakukan oknum aparat kepolisian dan diadili di pengadilan, hingga mendapat hukuman seberat – beratnya, agar ada efek jera. Ketiga, mendesak aparat kepolisian untuk mengusut tuntas kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis sebelumnya. Keempat, mendesak Kapolri untuk menindak tegas personilnya, yang bertindak sewenang-wenang dan menghalangi kinerja jurnalis yang dijamin UU Pers.
Eksplorasi konten lain dari kabarSAURUSonline.com
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.