Parigi Moutong – Berantakan data warga miskin di Kabupaten Parigi Moutong, Provinsi Sulawesi Tengah, menarik perhatian sejumlah kalangan di daerah ini.
Spekulasi adanya kepentingan segelintir oknum pejabat, memanfaatkan data warga miskin untuk mendapat pundi-pundi APBD maupun APBN mulai bermunculan.
Pasca Dinas Sosial (Dinsos) Parigi Moutong, menempel pengumuman belum melayani pembuatan keterangan kurang mampu.
Menjadi awal terungkapnya data warga miskin di Kabupaten Parigi Moutong yang berantakan.
Dinsos belum melayani pembuatan keterangan kurang mampu bagi warga yang ingin mendapatkan layanan kesehatan gratis di rumah sakit daerah, hingga batas waktu yang tidak ditentukan.
Hal itu, mendapat respon DPRD Kabupaten Parigi Moutong dengan mengundang pihak Dinsos untuk mempertanyakan penyebab kebijakan yang dikeluarkan dinas tersebut.
Hal itu dianggap sinyal bagi ribuan warga Parigi Moutong yang berpotensi kehilangan jaminan kesehatan daerah melalui program UHC ditahun 2020.
Padahal, ‘kursi ruang rapat DPRD masih hangat’ saat pembahasan Milyaran Rupiah anggaran APBD tahun 2020, yang diporsikan untuk sistem UHC.
Milyaran Rupiah anggaran itu, disebut-sebut sebagai solusi untuk mengcover puluhan ribu warga Parigi Moutong, kedalam program UHC tahun 2020.
Untuk diketahui, Milyaran Rupiah Anggaran Daerah juga disiapkan bagi ribuan warga miskin di daerah ini, yang terdata sebagai penerima bantuan dan telah merasakan manfaat itu.
Ribuan warga itu, merupakan mereka yang belum tercover sebagai Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang bekerjasama dengan BPJS.
Selain sistem UHC, terungkap pula bahwa puluhan ribu warga miskin Kabupaten Parigi Moutong yang sebelumnya terdata sebagai PBI JKN KIS, telah dihentikan dari pihak Kementrian Sosial (Kemensos).
Kemensos Tidak Terima Validasi Data Warga Miskin Parigi Moutong
Program KIS untuk mendapatkan layanan kesehatan gratis bantuan Pemerintah Pusat kepada puluhan ribu warga miskin di Parigi Moutong, terpaksa harus dihentikan.
Hal itu, disinyalir akibat Pemerintah Daerah (Pemda) tidak melaporkan verifikasi dan validasi data yang diminta pihak Kemetrian Sosial (Kemensos).
Kemensos menilai, Pemda Parigi Moutong, melaui Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, tidak melakukan verifikasi dan validasi terhadap data warga miskinnya.
Informasi yang dihumpun KabarSAURUSonline.com, Kemensos sempat memberi kebijakan dengan mengundur batas waktu pengiriman data tersebut dari waktu yang ditentukan.
Namun, sebagai OPD teknis yang dimandatkan untuk bertanggungjawab terhadap verifikasi dan validasi data tersebut. Dinas Sosial (Dinsos) nampaknya tidak mampu berbuat banyak dengan tugasnya itu.
Anehnya, dalam beberapa kali pertemuan melalui Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DPRD Parigi Moutong. Pihak Dinsos kerapkali membatah jika data warga miskin yang dikantonginya tidak valid.
Bahkan, tanpa canggung Dinsos mengatakan pihaknya melakukan verifikasi dan validasi terhadap data tersebut, dilakukan setiap tiga bulan sekali.
Namun, pandemi covid-19 membuat kacau balau data warga miskin di daerah ini mulai menguat.
Pasca, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menetapkan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) sebagai bencana nasional non alam.
Kementrian Sosial mengeluarkan kebijakan terkait penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada warga kategori kurang mampu selama tiga bulan masa pandemi virus ini.
Terkait hal tersebut, terungkap bahwa data warga miskin di Parigi Moutong yang dikantongi Kemensos tidak terverifikasi dan validasi.
Pasalnya, berdasarkan data warga penerima BLT di Parigi Moutong, terungkap bahwa Kemensos masih menggunakan data tahun 2015.
Hal ini sontak menggugurkan pengakuan pihak Dinsos terkait pelaporan hasil verifikasi dan validasi terhadap data orang miskin di Parigi Moutong sebelumnya.
Permensos: Verifikasi dan Validasi Data Orang Miskin Tanggungjawab Dinsos
Sebagai OPD terkait, Dinsos menjalankan tugas seperti yang dimandatkan dalam Peraturan Kementrian Sosial (Permensos) nomor 28 tahun 2017.
Permensos itu tentang pedoman umum verifikasi dan validasi data terpadu penanganan fakir miskin dan orang tidak mampu.
“Pengolahan dan penyajian data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial,” isi pasal 6 ayat (2) Permensos tersebut.
Pada ayat (1) dalam pasal yang sama menyebutkan, pengolahan dan penyajian data sebagaimana dalam Pasal 3 huruf c, merupakan kegiatan pemeriksaan data dan dokumen, pembersihan data, pemeringkatan data, pembuatan daftar dan tabulasi data, serta penyajian data.
Sementara pasal 5 ayat (1) menyebutkan, langkah awal untuk melakukan hal tersebut yaitu, penyusunan daftar awal sasaran, bimbingan teknis, musyawarah Desa atau Kelurahan, kunjungan ke Rumah Tangga, dan pengolahan data.
Ditambah lagi, pengawasan, pemeriksaan, hingga pelaporan terhadap data tersebut, adalah penjelasan atas rangkaian tahapan mekanisme verifikasi dan validasi data terpadu penanganan fakir miskin dan orang tidak mampu.
“Mekanisme verifikasi dan validasi data terpadu penanganan fakir miskin dan orang tidak mampu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan oleh Pemda maupun Pemerintah Kota (Pemkot),” bunyi pasal 5 ayat (2) Permensos tersebut.
Akibat kacau balau data, mengancam puluhan ribu warga miskin di daerah ini, tidak lagi mndapat bantuan yang bersumber langsung dari APBD.
Sejumlah pihak menilai, lalainya Dinsos sebagai penanggungjawab, menimbulkan potensi penelantaran warga miskin oleh daerah. Meski sebenarnya hal itu tidak diinginkan terjadi.
Namun, kacau balau persoalan data warga miskin ini, membuat ‘aroma bangkai’ atas pratek KKN dibalik warga miskin di Parigi Moutong.
Padahal, pengentasan kemiskinan diangka ‘Nol persen’, sempat diseseret Bupati Parigi Moutong, Samsurizal Tombolotutu, ketika berkampanye dalam tahapan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) beberapa waktu lalu.
Eksplorasi konten lain dari kabarSAURUSonline.com
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.