Kasus Pencabulan Anak, Kapolres Parigi Moutong ‘Lepas Tangan’?

Kasus Pencabulan Anak, Kapolres Parigi Moutong 'Lepas Tangan'?
Ilustrasi kasus pencabulan anak. Sumber foto : kicaunews

Oleh : Ahmad Nur Hidayat (Yoel Lape)

Parigi Moutong, KabarSAURUSonline.com Miris, kasus pencabulan anak yang masih duduk dibangku kelas dua, salah satu sekolah dasar di Kecamatan Parigi Selatan, berakhir dengan damai.

Bacaan Lainnya

Kapolres Parigi Moutong, AKBP Zulham Efendi Lubis menganggap, hal itu merupakan fenomena dimasyarakat.

‘Alih-alih’ menurunkan tim menelusuri kasus pencabulan anak itu, seperti dilansir media ini sebelumnya. Kini, Kapolres Parigi Moutong, Zulham Efendi Lubis terkesan ‘lepas tangan’ dengan kasus itu.

Hal itu terungkap saat Kabarsaurus.com, menghubungi AKBP Zulham Efendi Lubis, via telepon selulernya, Selasa (07/4). Dia terkesan menyalahkan masyarakat yang tidak ingin melaporkan kasus itu kepada pihak kepolisian.

“Mohon maaf, sekali lagi saya mohon maaf. Saya kurang berkenan membahas suatu persoalan yang terus berseri. Apalagi persoalan itu belum menjadi perkara di kepolisian,” ujarnya via pesan WhatsApp.

Selain itu, AKBP Zulham Efendi Lubis, seakan menganggap kasus pencabulan anak yang berakhir dengan jalur mediasi itu sebagai suatu fenomena.

“Saran saya, Bashar (Pimpinan umum Kabarsaurus.com) dapat menelusuri langsung faktanya dilingkungan itu. yang jelas itulah fenomena dimasyarakat kita” terangnya.

“Sebaiknya kita fokus ke Covid, ya Sar,” mengakhiri percakapan itu

Jawaban AKBP Zulham Efendi Lubis atas pertanyaan terkait perkembangan penelusuran yang dilakukan timnya, berhasil didapatkan media ini. Pasca dua kali sebelumnya, upaya media ini menghubunginya yaitu pada tanggal 17 Maret 2020 dan 19 Maret 2020 dengan pertanyaan yang sama, tidak mendapat respon.

Aneh tapi nyata, istilah itu pantas menggambarkan berakhir damainya sebuah kasus pencabulan yang dilakukan seorang paman terhadap keponakannya sendiri.

Proses damai yang diintervensi Kepala Desa sebagai mediator. Disaksikan aparat penegak hukum serta pihak P2TP2A Kabupaten Parigi Moutong Provinsi Sulawesi Tengah.

Keterlibatan sejumlah pihak dalam proses damai itu, menghasilkan kesepakatan, pelaku harus membayar uang tunai ‘sejenis denda’ Rp 20 Juta,

Berbekal uang bernilai puluhan juta itu, pelaku pencabulan anak masih bisa melenggang bebas saat ini.

Fokus Tangani Kasus Kekerasan Terhadap Anak, Bak ‘Isapan Jempol’ Polres Parigi Moutong?

AKBP Zulham Efendi Lubis pernah mengungkapkan, pihaknya akan fokus dalam penanganan kasus terkait kekerasan terhadap anak, seperti dilansir dari beritasulteng,com.

Saat itu, Zulham menyampaikan prediksinya tentang peningkatan kasus kekerasan terhadap anak. Pada konfrensi pers tahunan yang dihelat di Mako Polres Parigi Moutong, Sabtu 28 Desember 2019 (red).

“Perkara penganiayaan inilah, nantinya menjadi kotinjensi diwilayah Kabupaten Parigi Moutong,” tegasnya.

Kapolres Parigi Moutong Abaikan UU Perlindungan Anak?

Untuk diketahui, berdasarkan UU nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. Pasal 15 huruf (F) sangat jelas menyebutkan setiap anak memperolah perlindungan dari kejahatan seksual.

Pasal 20 UU itu juga menekankan bahwa Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat, Keluarga, dan Orang Tua atau Wali berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.

Kemudian pasal 76D menyebutkan. Setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.

Sementara itu, berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2oo2 Tentang Perlindungan Anak.

Pasal 81 ayat (1) menyebutkan. Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D. Dipidana dengan pidana penjara paling singkat lima tahun dan paling lama 15 tahun serta denda paling banyak Rp 5 milyar.

Ayat (3) pasal ini juga menjelaskan. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Dilakukan oleh orang tua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan. Aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh lebih dari satu orang secara bersama-sama.

Pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Hasil penelusuran media ini, sejumlah sumber menyebutkan jika kasus kekerasan terhadap anak bukan merupakan Delik Aduan jika merujuk pada UU perlindungan anak. Sehingga, pihak APH dapat langsung menindaklanjuti meki, tanpa adanya laporan.

“Dari rumusan Pasal 82 Perpu 1/2016 jo. Pasal 76E UU 35/2014. Terlihat bahwa tidak ada keharusan bagi delik ini untuk dilaporkan oleh korbannya. Dengan demikian, delik pencabulan terhadap anak merupakan delik biasa, bukan delik aduan” ungkap Sovia Hasanah dilansir dari hukumonline.com


Eksplorasi konten lain dari kabarSAURUSonline.com

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

banner 970x250